Senin, 08 Oktober 2012

Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tingkat Pendapatan Petani Jahe (Zingiber officinale Rosc) di Kecamatan Lareh Sago Halaban Kabupaten Lima Puluh Kota


I.  PENDAHULUAN
1.1.  Latar Belakang
Sektor pertanian menempati posisi yang strategis dalam struktur perekonomian Indonesia.  Hal ini disebabkan karena sektor pertanian dianggap mampu menyediakan pangan, menyediakan bahan baku industri, meningkatkan penerimaan devisa, menciptakan lapangan kerja dan meningkatkan pendapatan masyarakat.
Salah satu tanaman yang banyak menghasilkan devisa bagi negara adalah tanaman jahe (Zingiber officinale Rosc), yang merupakan tanaman rempah-rempah subsektor perkebunan yang berpotensial untuk dikembangkan karena memiliki nilai ekonomi yang cukup tinggi.  Jahe menempati posisi penting dalam perekonomian masyarakat Indonesia.  Jahe selain digunakan sebagai bumbu dapur, juga digunakan sebagai obat tradisional yaitu sebagai obat anti inflamasi, obat nyeri sendi dan otot karena rematik, tonik serta obat batuk.  Selain itu, jahe juga digunakan untuk memberi rasa dan aroma pada makanan seperti permen, biskuit, kue, dan minuman.  Minyak jahe atau oleoresin banyak digunakan dalam industri parfum dan minuman.
Jahe merupakan tanaman obat berupa tumbuhan rumpun berbatang semu.  Jahe berasal dari Asia Pasifik yang tersebar dari India sampai Cina.  Oleh karena itu kedua bangsa ini disebut-sebut sebagai bangsa yang pertama kali memanfaatkan jahe terutama sebagai bahan minuman, bumbu masak dan obat-obatan tradisional.  Jahe termasuk dalam suku temu-temuan (Zingiberaceae), sefamili dengan temu-temuan lainnya seperti temulawak (Cucuma xanthorrizha), temuhitam (Curcuma aeruginosa), kunyit (Curcuma domestica), kencur (Kaempferia galanga), lengkuas (Languas galanga) dan lain-lain.  Masing-masing daerah di Indonesia mempunyai sebutan tersendiri pada jahe.  Nama daerah jahe tersebut antara lain: halia (Aceh), beeuing (Gayo), bahing (Batak Karo), sipodeh (Minangkabau), jahi (Lampung), jahe (Sunda), jae (Jawa dan Bali), jhai (Madura), melito (Gorontalo), geraka (Ternate), dan sebagainya (BPP Teknologi, 2005).
Tanaman obat-obatan kelompok rimpang Indonesia yang ditujukan untuk ekspor mencapai 9 jenis meliputi: jahe, kunyit, laos/lengkuas, kencur, temulawak, lempuyang, temuireng, temukunci, dan dringo/dlingo dengan produksi terbesar dimiliki oleh tanaman jahe.  Berdasarkan catatan Badan Pusat Statistik (2010) yang ditampilkan dalam Tabel 1, jahe memiliki persentase produksi terbesar diantara ke-9 tanaman obat-obatan kelompok rimpang tersebut yaitu sebesar 30,68 persen.
Tabel 1.  Produksi tanaman obat-obatan kelompok rimpang tahun 2010.
No
Komoditi
Produksi (kg)
Persentase (%)
1
Jahe
178.502.542
30,68
2
Kunyit
117.463.680
30,58
3
Laos/Lengkuas
48.366.947
16,79
4
Kencur
41.619.147
8,44
5
Temulawak
40.800.834
7,60
6
Lempuyang
14.526.505
2,43
7
Temuireng
14.015.795
2,03
8
Temukunci
8.186.185
1,24
9
Dringo/Dlingo
6.308.391
0,21
Total
474.911.940
100,00
Sumber: Badan Pusat Statistik (2010).
Saat ini Indonesia menduduki peringkat ke-empat di dunia sebagai pengekspor jahe.  Besarnya nilai ekspor jahe dunia dari 5 negara pesaing tahun 2006 dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2.  Rata-rata nilai ekspor jahe dunia dari 5 negara pesaing tahun 2006.
No
Negara Pemasok
Ekspor (US $.000)
Persentase (%)
1
China
71.138
55,53
2
Thailand
18.394
14,36
3
India
5.914
4,67
4
Indonesia
5.797
4,52
5
Brazil
5.476
4,27
Sumber: Departemen Pertanian (2006) cit Habib (2008).
Di Indonesia, peningkatan permintaan jahe direspon produsen jahe dengan meningkatkan produksi dalam negeri melalui peningkatan luas lahan.  Tabel 3 menunjukkan luas panen dan produksi jahe tahun 1996 sampai tahun 2007.
Tabel 3.  Perkembangan luas panen dan produksi jahe Indonesia tahun 1996-2007.
Tahun
Luas Panen (m2)
Produksi (kg)
1996
39.890.775
  46.988.300
1997
39.617.601
  81.175.791
1998
49.959.869
  92.967.972
1999
77.269.296
120.850.747
2000
76.135.306
115.091.775
2001
85.090.013
128.436.556
2002
66.102.436
118.496.381
2003
58.909.529
125.386.480
2004
61.752.391
104.788.643
2005
61.494.919
125.827.413
2006
89.041.808
177.137.949
2007
99.652.007
178.502.542
Sumber: Departemen Pertanian (2008) cit Amelia (2009).
Jahe diusahakan di semua wilayah Indonesia.  Pulau penghasil jahe terbesar adalah Pulau Jawa dengan Daerah Istimewa Yogyakarta sebagai daerah penghasil jahe tertinggi di pulau ini sekaligus di Indonesia.  Kemudian disusul dengan Pulau Sumatera, Kalimantan, Bali dan Nusa Tenggara, Sulawesi, Maluku dan Papua.
Tabel 4.  Luas panen, produksi, dan produktivitas jahe menurut Provinsi tahun 2011.
No
Provinsi
Jahe
Luas Panen (m2)
Produksi
(kg)
Produktivitas (kg/m2)
1
Nanggroe Aceh Darussalam
302.234  
609.654  
1,58
2
Sumatera Utara
2.017.834
5.037.719
2,41
3
Sumatera Barat
636.805
2.171.861
3,31
4
Riau
487.297
773.514
1,31
5
Jambi
34.994
84.786
2,26
6
Sumatera Selatan
276.761
901.303
2,84
7
Bengkulu
451.456
869.600
1,72
8
Lampung
173.353
475.672
2,23
9
Kepulauan Bangka Belitung
1.362.647
3.159.919
2,07
10
Kepulauan Riau
1.746.741
4.665.670
2,36
Sumatera
7.490.122
18.749.698
2,21
11
DKI Jakarta
12.866
24.225
1,42
12
Jawa Barat
8.862.350
19.725.058
2,21
13
Jawa Tengah
1.052.988
1.108.693
0,97
14
DI Yogyakarta
15.133.913
20.639.107
1,28
15
Jawa Timur
1.079.740
2.021.218
1,86
16
Banten
11.331.178
14.564.262
1,25
Jawa
37.473.035
58.082.563
1,50
17
Bali
400.385
896.974
2,24
18
Nusa Tenggara Barat
77.110
256.829
2,73
18
Nusa Tenggara Timur
1.328.715
2.967.882
1,82
Bali dan Nusa Tenggara
1.806.210
4.121.685
2,26
20
Kalimantan Barat
1.473.515
2.712.087
1,77
21
Kalimantan Tengah
159.956
336.524
1,61
22
Kalimantan Selatan
4.204.715
5.258.933
1,06
23
Kalimantan Timur
340.274
1.186.537
3,11
Kalimantan
6.178.460
9.494.081
1,89
24
Sulawesi Utara
268.320
851.200
3,12
25
Sulawesi Tengah
69.915
173.750
1,51
26
Sulawesi Selatan
293.556
793.872
2,49
27
Sulawesi Tenggara
951.966
1.531.043
1,50
28
Gorontalo
20.374
63.416
1,89
29
Sulawesi Barat
157.713
255.558
1,49
Sulawesi
1.761.844
3.668.839
2,00
30
Maluku
50.636
138.913
2,51
31
Maluku Utara
122.147
390.626
2,72
32
Papua
6.881
12.282
1,75
33
Papua Barat
19.876
84.452
2,72
Maluku dan Papua
199.540
626.273
2,42
Indonesia
54.909.211
94.743.139
2,03
Sumber: Badan Pusat Statistik (2011).
Untuk Kabupaten Limapuluh Kota, sentra penghasil jahe terdapat pada tiga kecamatan, yaitu Bukik Barisan, Lareh Sago Halaban, dan Luak.
Tabel 5.  Luas lahan dan produksi jahe di Kabupaten Limapuluh Kota tahun 2011.
No.
Kecamatan
Luas Panen (m2)
Produksi (kg)
1
Bukik Barisan
15.500
22.050
2
Lareh Sago Halaban
7.014
12.050
3
Luak
2.105
4.975
4
Mungka
55
122
5
Pangkalan
16
46
Sumber: Dinas Pertanian Kabupaten Limapuluh Kota (2011).
Masyarakat Sumatera Barat terutama suku Minangkabau sudah terkenal dengan masakan yang kaya bumbu.  Dengan julukan “nasi padang” pada umumnya orang berfikir akan masakan yang pedas, bersantan dan kaya bumbu.  Bumbu dasar pada banyak masakan Padang adalah dari kelompok Zingiberaceae.  Rendang adalah salah satu contoh masakan padang yang cukup terkenal.  Bumbu dasar pada masakan rendang, tiga jenis diantaranya adalah anggota dari family Zingiberaceae yakni jahe (Zingiber officinale), kunyit (Curcuma domestica), dan lengkuas (Alpinia galanga) (Nurainas, 2007).
Dengan demikian sangat jelas bahwa prospek usahatani jahe sangat menjanjikan, baik permintaan dari luar negeri maupun dalam negeri.  Namun hal tersebut tidak serta-merta meningkatkan pendapatan petani dikarenakan produktivitas dan mutu yang dihasilkan oleh petani masih rendah.  Rata-rata produktivitas petani jahe berkisar 2-3 kg/m2 (Badan Pusat Statistik, 2011).  Sedangkan potensi produksi tanaman jahe mencapai 5-6 kg/m2 (Rostiana, Effendi, dan Bermawie, 2007).
1.2.  Perumusan Masalah
Tujuan utama petani jahe melakukan usahatani adalah untuk memperoleh pendapatan yang maksimal dan meningkatkan kesejahteraan keluarganya.  Tingkat pendapatan petani dipengaruhi oleh berbagai faktor yang diantaranya adalah luas lahan, tenaga kerja, dan modal yang dimilikinya.  
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat diperoleh beberapa permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini, yaitu:
a.    Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi tingkat pendapatan petani jahe di Kecamatan Lareh Sago Halaban Kabupaten Limapuluh Kota.
b.    Faktor manakah yang paling berpengaruh terhadap tingkat pendapatan petani jahe di Kecamatan Lareh Sago Halaban Kabupaten Limapuluh Kota.
c.   Berapakah tingkat pendapatan petani jahe di Kecamatan Lareh Sago Halaban Kabupaten Limapuluh Kota.
1.3.  Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang telah diuraikan tersebut, maka tujuan penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut:
a.      Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat pendapatan petani jahe di Kecamatan Lareh Sago Halaban Kabupaten Limapuluh Kota.
b.     Mengetahui faktor yang paling berpengaruh terhadap tingkat pendapatan petani jahe di Kecamatan Lareh Sago Halaban Kabupaten Limapuluh Kota.
c.    Mengetahui tingkat pendapatan petani jahe di Kecamatan Lareh Sago Halaban Kabupaten Limapuluh Kota.
1.4.  Manfaat Penelitian
Dari hasil penelitian yang akan diperoleh nantinya diharapkan dapat memberi manfaat sebagai berikut:
a.      Bagi peneliti, untuk menambah pengalaman dan pengetahuan tentang masalah pertanian khususnya sektor tanaman jahe.
b.  Bagi pemerintah dan instansi yang terkait diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan dalam menentukan kebijakan selanjutnya.
c.    Bagi peneliti lain, dapat menjadi bahan pertimbangan dalam penelitian selanjutnya yang terkait dengan judul penelitian ini.
d.  Bagi petani, dapat memberikan pengetahuan mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat pendapatan petani jahe di Kecamatan Lareh Sago Halaban, Kabupaten Limapuluh Kota, Provinsi Sumatera Barat.
Analisis Data
Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis kuantitatif dan kualitatif.  Analisis kuantitatif berfungsi menganalisis data kuantitas (tingkat pendapatan dan faktor-faktor yang mempengaruhinya).  Sedangkan analisis kualitatif digunakan untuk menganalisis data kualitas yang menggambarkan secara deskriptif mengenai gambaran tentang data primer dan data sekunder yang diperoleh selama penelitian, yaitu umur responden, tingkat pendidikan dan status kepemilikan lahan.  Analisis kualitatif ini menggunakan alat bantu tabel.
Analisis kuantitatif dilakukan dengan menggunakan analisis fungsi regresi.  Model analisis yang digunakan untuk menduga faktor-faktor yang berpengaruh terhadap tingkat pendapatan pada penelitian ini adalah model regresi linier berganda, dengan model persamaan linier sebagai berikut:
Y’ = a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + b4X4 + b5X5
Dimana:
Y’             = Pendapatan petani jahe (Rp)
a               = Konstanta
b1 s/d b5    = Koefisien Regresi
X1             = Luas lahan jahe (ha)
X2             = Jumlah bibit yang ditanam termasuk bibit sulaman (kg)
X3             = Jumlah pupuk yang digunakan (kg)
X4             = Jumlah pestisida yang digunakan (liter)
X5             = Tenaga kerja pada kegiatan budidaya (HKO)
Untuk mengetahui tingkat pendapatan petani jahe dapat menggunakan rumus:
π  =  TR – TC
Dima   Dimana:
π          = Total pendapatan atau keuntungan yang diperoleh petani jahe
TR       = Total penerimaan yang diperoleh petani jahe
TC       = Total pengeluaran petani tembakau
Analisis B/C ratio dapat digunakan untuk mengukur tingkat penerimaan relatif kegiatan usahatani jahe artinya dari angka rasio tersebut dapat diketahui apakah suatu usaha tersebut efisien atau tidak.  Usahatani jahe dikatakan efisien bila nilai B/C ratio lebih besar dari satu (B/C>1).
          Penerimaan
B/C Ratio =
          Biaya Total