I. PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Sektor pertanian menempati
posisi yang strategis dalam struktur perekonomian Indonesia. Hal ini disebabkan karena sektor pertanian
dianggap mampu menyediakan pangan, menyediakan bahan baku industri,
meningkatkan penerimaan devisa, menciptakan lapangan kerja dan meningkatkan
pendapatan masyarakat.
Salah satu tanaman yang banyak
menghasilkan devisa bagi negara adalah tanaman jahe (Zingiber officinale Rosc), yang merupakan tanaman rempah-rempah subsektor
perkebunan yang berpotensial untuk dikembangkan karena memiliki nilai ekonomi
yang cukup tinggi. Jahe menempati posisi penting dalam
perekonomian masyarakat Indonesia. Jahe selain
digunakan sebagai bumbu dapur, juga digunakan sebagai obat tradisional yaitu
sebagai obat anti inflamasi, obat nyeri sendi dan otot karena rematik, tonik
serta obat batuk. Selain itu, jahe juga
digunakan untuk memberi rasa dan aroma pada makanan seperti permen, biskuit,
kue, dan minuman. Minyak jahe atau oleoresin banyak digunakan dalam
industri parfum dan minuman.
Jahe merupakan tanaman obat
berupa tumbuhan rumpun berbatang semu. Jahe
berasal dari Asia Pasifik yang tersebar dari India sampai Cina. Oleh karena itu kedua bangsa ini disebut-sebut
sebagai bangsa yang pertama kali memanfaatkan jahe terutama sebagai bahan
minuman, bumbu masak dan obat-obatan tradisional. Jahe termasuk dalam suku temu-temuan (Zingiberaceae), sefamili dengan temu-temuan
lainnya seperti temulawak (Cucuma
xanthorrizha), temuhitam (Curcuma
aeruginosa), kunyit (Curcuma
domestica), kencur (Kaempferia
galanga), lengkuas (Languas galanga)
dan lain-lain. Masing-masing daerah di
Indonesia mempunyai sebutan tersendiri pada jahe. Nama daerah jahe tersebut antara lain: halia (Aceh), beeuing (Gayo), bahing
(Batak Karo), sipodeh (Minangkabau), jahi (Lampung), jahe (Sunda), jae (Jawa
dan Bali), jhai (Madura), melito (Gorontalo), geraka (Ternate), dan sebagainya (BPP Teknologi, 2005).
Tanaman obat-obatan kelompok rimpang Indonesia yang ditujukan untuk
ekspor mencapai 9 jenis meliputi: jahe, kunyit, laos/lengkuas, kencur, temulawak,
lempuyang, temuireng, temukunci, dan dringo/dlingo dengan produksi terbesar
dimiliki oleh tanaman jahe. Berdasarkan
catatan Badan Pusat Statistik (2010) yang ditampilkan dalam Tabel 1, jahe
memiliki persentase produksi terbesar diantara ke-9 tanaman obat-obatan kelompok
rimpang tersebut yaitu sebesar 30,68 persen.
Tabel 1. Produksi tanaman obat-obatan kelompok rimpang
tahun 2010.
No
|
Komoditi
|
Produksi (kg)
|
Persentase (%)
|
1
|
Jahe
|
178.502.542
|
30,68
|
2
|
Kunyit
|
117.463.680
|
30,58
|
3
|
Laos/Lengkuas
|
48.366.947
|
16,79
|
4
|
Kencur
|
41.619.147
|
8,44
|
5
|
Temulawak
|
40.800.834
|
7,60
|
6
|
Lempuyang
|
14.526.505
|
2,43
|
7
|
Temuireng
|
14.015.795
|
2,03
|
8
|
Temukunci
|
8.186.185
|
1,24
|
9
|
Dringo/Dlingo
|
6.308.391
|
0,21
|
Total
|
474.911.940
|
100,00
|
Sumber: Badan Pusat Statistik (2010).
Saat ini Indonesia menduduki
peringkat ke-empat di dunia sebagai pengekspor jahe. Besarnya nilai ekspor jahe dunia dari 5
negara pesaing tahun 2006 dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Rata-rata
nilai ekspor jahe dunia dari 5 negara pesaing tahun 2006.
No
|
Negara
Pemasok
|
Ekspor
(US $.000)
|
Persentase
(%)
|
1
|
China
|
71.138
|
55,53
|
2
|
Thailand
|
18.394
|
14,36
|
3
|
India
|
5.914
|
4,67
|
4
|
Indonesia
|
5.797
|
4,52
|
5
|
Brazil
|
5.476
|
4,27
|
Sumber: Departemen Pertanian (2006) cit Habib (2008).
Di Indonesia, peningkatan
permintaan jahe direspon produsen jahe dengan meningkatkan produksi dalam
negeri melalui peningkatan luas lahan. Tabel 3 menunjukkan luas panen dan produksi
jahe tahun 1996 sampai tahun 2007.
Tabel 3.
Perkembangan luas panen dan produksi
jahe Indonesia tahun 1996-2007.
Tahun
|
Luas Panen (m2)
|
Produksi (kg)
|
1996
|
39.890.775
|
46.988.300
|
1997
|
39.617.601
|
81.175.791
|
1998
|
49.959.869
|
92.967.972
|
1999
|
77.269.296
|
120.850.747
|
2000
|
76.135.306
|
115.091.775
|
2001
|
85.090.013
|
128.436.556
|
2002
|
66.102.436
|
118.496.381
|
2003
|
58.909.529
|
125.386.480
|
2004
|
61.752.391
|
104.788.643
|
2005
|
61.494.919
|
125.827.413
|
2006
|
89.041.808
|
177.137.949
|
2007
|
99.652.007
|
178.502.542
|
Sumber: Departemen Pertanian (2008) cit Amelia (2009).
Jahe diusahakan di semua wilayah
Indonesia. Pulau penghasil jahe terbesar
adalah Pulau Jawa dengan Daerah Istimewa Yogyakarta sebagai daerah penghasil jahe tertinggi di pulau
ini sekaligus di Indonesia. Kemudian
disusul dengan Pulau Sumatera, Kalimantan, Bali dan Nusa Tenggara, Sulawesi,
Maluku dan Papua.
Tabel 4. Luas panen, produksi, dan produktivitas jahe
menurut Provinsi tahun 2011.
No
|
Provinsi
|
Jahe
|
||
Luas Panen (m2)
|
Produksi
(kg)
|
Produktivitas (kg/m2)
|
||
1
|
Nanggroe Aceh Darussalam
|
302.234
|
609.654
|
1,58
|
2
|
Sumatera Utara
|
2.017.834
|
5.037.719
|
2,41
|
3
|
Sumatera Barat
|
636.805
|
2.171.861
|
3,31
|
4
|
Riau
|
487.297
|
773.514
|
1,31
|
5
|
Jambi
|
34.994
|
84.786
|
2,26
|
6
|
Sumatera Selatan
|
276.761
|
901.303
|
2,84
|
7
|
Bengkulu
|
451.456
|
869.600
|
1,72
|
8
|
Lampung
|
173.353
|
475.672
|
2,23
|
9
|
Kepulauan Bangka Belitung
|
1.362.647
|
3.159.919
|
2,07
|
10
|
Kepulauan Riau
|
1.746.741
|
4.665.670
|
2,36
|
Sumatera
|
7.490.122
|
18.749.698
|
2,21
|
|
11
|
DKI Jakarta
|
12.866
|
24.225
|
1,42
|
12
|
Jawa Barat
|
8.862.350
|
19.725.058
|
2,21
|
13
|
Jawa Tengah
|
1.052.988
|
1.108.693
|
0,97
|
14
|
DI Yogyakarta
|
15.133.913
|
20.639.107
|
1,28
|
15
|
Jawa Timur
|
1.079.740
|
2.021.218
|
1,86
|
16
|
Banten
|
11.331.178
|
14.564.262
|
1,25
|
Jawa
|
37.473.035
|
58.082.563
|
1,50
|
|
17
|
Bali
|
400.385
|
896.974
|
2,24
|
18
|
Nusa Tenggara Barat
|
77.110
|
256.829
|
2,73
|
18
|
Nusa Tenggara Timur
|
1.328.715
|
2.967.882
|
1,82
|
Bali
dan Nusa Tenggara
|
1.806.210
|
4.121.685
|
2,26
|
|
20
|
Kalimantan Barat
|
1.473.515
|
2.712.087
|
1,77
|
21
|
Kalimantan Tengah
|
159.956
|
336.524
|
1,61
|
22
|
Kalimantan Selatan
|
4.204.715
|
5.258.933
|
1,06
|
23
|
Kalimantan Timur
|
340.274
|
1.186.537
|
3,11
|
Kalimantan
|
6.178.460
|
9.494.081
|
1,89
|
|
24
|
Sulawesi Utara
|
268.320
|
851.200
|
3,12
|
25
|
Sulawesi Tengah
|
69.915
|
173.750
|
1,51
|
26
|
Sulawesi Selatan
|
293.556
|
793.872
|
2,49
|
27
|
Sulawesi Tenggara
|
951.966
|
1.531.043
|
1,50
|
28
|
Gorontalo
|
20.374
|
63.416
|
1,89
|
29
|
Sulawesi Barat
|
157.713
|
255.558
|
1,49
|
Sulawesi
|
1.761.844
|
3.668.839
|
2,00
|
|
30
|
Maluku
|
50.636
|
138.913
|
2,51
|
31
|
Maluku Utara
|
122.147
|
390.626
|
2,72
|
32
|
Papua
|
6.881
|
12.282
|
1,75
|
33
|
Papua Barat
|
19.876
|
84.452
|
2,72
|
Maluku
dan Papua
|
199.540
|
626.273
|
2,42
|
|
Indonesia
|
54.909.211
|
94.743.139
|
2,03
|
Sumber: Badan Pusat Statistik (2011).
Untuk Kabupaten Limapuluh Kota,
sentra penghasil jahe terdapat pada tiga kecamatan, yaitu Bukik Barisan, Lareh
Sago Halaban, dan Luak.
Tabel 5. Luas lahan
dan produksi jahe di Kabupaten Limapuluh Kota tahun 2011.
No.
|
Kecamatan
|
Luas
Panen (m2)
|
Produksi
(kg)
|
1
|
Bukik Barisan
|
15.500
|
22.050
|
2
|
Lareh Sago Halaban
|
7.014
|
12.050
|
3
|
Luak
|
2.105
|
4.975
|
4
|
Mungka
|
55
|
122
|
5
|
Pangkalan
|
16
|
46
|
Sumber: Dinas Pertanian Kabupaten Limapuluh Kota (2011).
Masyarakat Sumatera Barat
terutama suku Minangkabau sudah terkenal dengan masakan yang kaya bumbu. Dengan julukan “nasi padang” pada umumnya
orang berfikir akan masakan yang pedas, bersantan dan kaya bumbu. Bumbu dasar pada banyak masakan Padang adalah
dari kelompok Zingiberaceae. Rendang adalah salah satu contoh masakan
padang yang cukup terkenal. Bumbu dasar
pada masakan rendang, tiga jenis diantaranya adalah anggota dari family Zingiberaceae yakni jahe (Zingiber officinale), kunyit (Curcuma domestica), dan lengkuas (Alpinia galanga) (Nurainas, 2007).
Dengan demikian sangat jelas
bahwa prospek usahatani jahe sangat menjanjikan, baik permintaan dari luar
negeri maupun dalam negeri. Namun hal
tersebut tidak serta-merta meningkatkan pendapatan petani dikarenakan
produktivitas dan mutu yang dihasilkan oleh petani masih rendah. Rata-rata produktivitas petani jahe berkisar 2-3
kg/m2 (Badan Pusat Statistik, 2011).
Sedangkan
potensi produksi tanaman jahe mencapai 5-6 kg/m2 (Rostiana,
Effendi, dan Bermawie, 2007).
1.2. Perumusan
Masalah
Tujuan utama petani jahe melakukan
usahatani adalah untuk memperoleh pendapatan yang maksimal dan meningkatkan
kesejahteraan keluarganya. Tingkat
pendapatan petani dipengaruhi oleh berbagai faktor yang diantaranya adalah luas
lahan, tenaga kerja, dan modal yang dimilikinya.
Berdasarkan latar belakang di
atas, maka dapat diperoleh beberapa permasalahan yang akan dikaji dalam
penelitian ini, yaitu:
a. Faktor-faktor
apa saja yang mempengaruhi tingkat pendapatan petani jahe di Kecamatan Lareh
Sago Halaban Kabupaten Limapuluh Kota.
b. Faktor
manakah yang paling berpengaruh terhadap tingkat pendapatan petani jahe di
Kecamatan Lareh Sago Halaban Kabupaten Limapuluh Kota.
c. Berapakah
tingkat pendapatan petani jahe di Kecamatan Lareh Sago Halaban Kabupaten
Limapuluh Kota.
1.3. Tujuan
Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan
perumusan masalah yang telah diuraikan tersebut, maka tujuan penelitian dapat
dirumuskan sebagai berikut:
a. Mengetahui
faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat pendapatan petani jahe di Kecamatan
Lareh Sago Halaban Kabupaten Limapuluh Kota.
b. Mengetahui
faktor yang paling berpengaruh terhadap tingkat pendapatan petani jahe di
Kecamatan Lareh Sago Halaban Kabupaten Limapuluh Kota.
c. Mengetahui
tingkat pendapatan petani jahe di Kecamatan Lareh Sago Halaban Kabupaten
Limapuluh Kota.
1.4. Manfaat
Penelitian
Dari hasil
penelitian yang akan diperoleh nantinya diharapkan dapat memberi manfaat
sebagai berikut:
a. Bagi
peneliti, untuk menambah pengalaman dan pengetahuan
tentang masalah pertanian khususnya sektor tanaman jahe.
b. Bagi
pemerintah dan instansi yang terkait diharapkan dapat menjadi bahan
pertimbangan dalam menentukan kebijakan selanjutnya.
c. Bagi
peneliti lain, dapat menjadi bahan pertimbangan dalam penelitian selanjutnya
yang terkait dengan judul penelitian ini.
d. Bagi
petani, dapat memberikan pengetahuan mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi
tingkat pendapatan petani jahe di Kecamatan Lareh Sago Halaban, Kabupaten
Limapuluh Kota, Provinsi Sumatera Barat.
Analisis Data
Analisis data yang digunakan
dalam penelitian ini adalah analisis kuantitatif dan kualitatif. Analisis kuantitatif berfungsi menganalisis
data kuantitas (tingkat pendapatan dan faktor-faktor yang mempengaruhinya). Sedangkan analisis kualitatif digunakan
untuk menganalisis data kualitas yang menggambarkan secara deskriptif mengenai
gambaran tentang data primer dan data sekunder yang diperoleh selama
penelitian, yaitu umur responden, tingkat pendidikan dan status kepemilikan
lahan. Analisis kualitatif ini
menggunakan alat bantu tabel.
Analisis kuantitatif dilakukan
dengan menggunakan analisis fungsi regresi.
Model analisis yang digunakan untuk menduga faktor-faktor yang berpengaruh
terhadap tingkat pendapatan pada penelitian ini adalah model regresi linier
berganda, dengan model persamaan linier sebagai berikut:
Y’
= a + b1X1 + b2X2 + b3X3
+ b4X4 + b5X5
Dimana:
Y’ = Pendapatan petani jahe (Rp)
a = Konstanta
b1
s/d b5 = Koefisien Regresi
X1 = Luas lahan jahe (ha)
X2 = Jumlah bibit yang ditanam
termasuk bibit sulaman (kg)
X3 = Jumlah pupuk yang digunakan (kg)
X4 = Jumlah pestisida yang digunakan
(liter)
X5 = Tenaga kerja pada kegiatan
budidaya (HKO)
Untuk mengetahui tingkat pendapatan petani jahe dapat
menggunakan rumus:
π = TR –
TC
Dima Dimana:
π = Total pendapatan atau keuntungan
yang diperoleh petani jahe
TR = Total
penerimaan yang diperoleh petani jahe
TC = Total pengeluaran petani tembakau
Analisis B/C ratio
dapat digunakan untuk mengukur tingkat penerimaan relatif kegiatan usahatani
jahe artinya dari angka rasio tersebut dapat diketahui apakah suatu usaha
tersebut efisien atau tidak. Usahatani
jahe dikatakan efisien bila nilai B/C
ratio lebih besar dari satu (B/C>1).
Penerimaan
B/C
Ratio =
Biaya
Total